Teka teki seputar kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 menabrak Gunung Salak, Bogor, semakin terkuak. Laporan utama majalah Tempo berjudul "SOS Menara Bandara" edisi 21 Mei 2012, terungkap bahwa petugas pemandu lalu lintas udara atau Air Traffic Controller (ATC) ternyata sempat telat 19 menit sebelum menyadari Sukhoi menghilang.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu 9 Mei 2012 pukul 14.33. Sumber Tempo mengatakan insiden itu terjadi setelah Pilot Aleksandr Yablontsev melapor ke petugas di Tower East, Jakarta Approach, Bandar Udara Soekarno-Hatta, untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 ke 6.000 kaki--atawa 3 menjadi 1,8 kilometer--dari permukaan laut.
Setelah itu, Yablontsev memutarkan pesawatnya sekali di atas Pangkalan Udara Atang Sendjaja, Bogor. Orbit berjalan mulus. Tak ada pertanyaan dari petugas tentang alasan pilot mengurangi ketinggian pesawat. Bisa jadi itu karena posisi pesawat dianggap aman, lantaran berada di training area Atang Sendjaja, wilayah persegi panjang yang terbentang dari barat ke timur sepanjang 50 kilometer. Area ini bersih dari bukit dan gunung. Pilot bisa menerbangkan pesawat serendah mungkin. Saat kejadian, petugas pemandu kembali sibuk melayani pesawat lain. Ketika itu, ia memandu 13 penerbangan, termasuk Sukhoi.
Dua menit setelah pilot minta izin menurunkan pesawat, kecepatan terdeteksi 290 knot atau 537 kilometer per jam, separuh dari kecepatan maksimumnya.
Yablontsev terdengar berbicara dan memberitahukan akan berbelok ke kanan. Tak ada respons. Moncong pesawat menuju gunung. Tak ada suara dari petugas pemandu. Pilot bisa jadi tak sadar menuju bahaya--penyebabnya kelak diketahui dari rekaman di kotak hitam.
Lima menit kemudian, pada pukul 14.33, Sukhoi berhenti di layar radar Soekarno-Hatta. Petugas masih tak menyadari kejanggalan. Seseorang yang mengetahui detail pemanduan udara menyatakan sistem peringatan darurat di ruang kontrol lalu lintas udara tak berbunyi. Padahal semestinya alat ini menjerit-jerit jika ada pesawat hilang dari radar.
Deputi Senior General Manager Air Traffic Control (ATC) Cengkareng Mulya Abdi menyangkal radar di menara tak memberi peringatan. "Radar berfungsi. Karena itu, kami segera tahu ada pesawat hilang kontak," ujarnya. Selengkapnya baca laporan utama majalah Tempo berjudul "SOS Menara Bandara."
BAGJA HIDAYAT, PRAMONO, AFRILIA SURYANIS
Peristiwa itu terjadi pada Rabu 9 Mei 2012 pukul 14.33. Sumber Tempo mengatakan insiden itu terjadi setelah Pilot Aleksandr Yablontsev melapor ke petugas di Tower East, Jakarta Approach, Bandar Udara Soekarno-Hatta, untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 ke 6.000 kaki--atawa 3 menjadi 1,8 kilometer--dari permukaan laut.
Setelah itu, Yablontsev memutarkan pesawatnya sekali di atas Pangkalan Udara Atang Sendjaja, Bogor. Orbit berjalan mulus. Tak ada pertanyaan dari petugas tentang alasan pilot mengurangi ketinggian pesawat. Bisa jadi itu karena posisi pesawat dianggap aman, lantaran berada di training area Atang Sendjaja, wilayah persegi panjang yang terbentang dari barat ke timur sepanjang 50 kilometer. Area ini bersih dari bukit dan gunung. Pilot bisa menerbangkan pesawat serendah mungkin. Saat kejadian, petugas pemandu kembali sibuk melayani pesawat lain. Ketika itu, ia memandu 13 penerbangan, termasuk Sukhoi.
Dua menit setelah pilot minta izin menurunkan pesawat, kecepatan terdeteksi 290 knot atau 537 kilometer per jam, separuh dari kecepatan maksimumnya.
Yablontsev terdengar berbicara dan memberitahukan akan berbelok ke kanan. Tak ada respons. Moncong pesawat menuju gunung. Tak ada suara dari petugas pemandu. Pilot bisa jadi tak sadar menuju bahaya--penyebabnya kelak diketahui dari rekaman di kotak hitam.
Lima menit kemudian, pada pukul 14.33, Sukhoi berhenti di layar radar Soekarno-Hatta. Petugas masih tak menyadari kejanggalan. Seseorang yang mengetahui detail pemanduan udara menyatakan sistem peringatan darurat di ruang kontrol lalu lintas udara tak berbunyi. Padahal semestinya alat ini menjerit-jerit jika ada pesawat hilang dari radar.
Deputi Senior General Manager Air Traffic Control (ATC) Cengkareng Mulya Abdi menyangkal radar di menara tak memberi peringatan. "Radar berfungsi. Karena itu, kami segera tahu ada pesawat hilang kontak," ujarnya. Selengkapnya baca laporan utama majalah Tempo berjudul "SOS Menara Bandara."
BAGJA HIDAYAT, PRAMONO, AFRILIA SURYANIS
0 komentar:
Posting Komentar